Total Tayangan Halaman

Rabu, 30 November 2011

INDONESIA BUKAN LAWAKAN

Hiduplah Indonesia Raya
Bait cintaku yang selalu terngiang
Melodi indah nan selalu terkenang
Nyiur  kelapa melambai merdu
Semerbak bau menyusup merongga hidung
Pemandangan hijau
Kini terperangkap CCTV ingatanku
Pohon kelapa
Sawah hijau merajut
Budaya meragam
Ini Indonesiaku
Kurindukan kakiku berpijak ditanah merdeka
Kurindukan tubuhku merebah dipangkuan ibu pertiwi
Kurindukan udaranya menjadi nafasku
Kurasakan raga Merah Putih mengalir di darahku
TAK PANTAS
Kita terlalu mengakui ketertinggalan
Menyalahkan keterbelakangan
Dan meludahi kelemahan petinggi negara
Yang hanya menjadi tontonan humor
Bagi macan-macan pengaung berbagai hutan
Mengukuhkan dan memperbaharui
Adalah prinsip sang Merah Putihku
Kuyakin semangat Garudaku
Tercakar dalam membelah langit
Kuyakin takkan habis semangat
Mempertahankan negeri pusaka
Sampai titik darah penghabisan
Meskipun jauh merangkak
Kuyakin hati kita takkan binasa
Menggema BANGKITLAH INDONESIAKU

ALAMAT REDAKSI YANG MENERIMA CERPEN

  • Berikut alamat-alamat email redaksi koran, majalah, jurnal dan tabloid yang menerima cerpen:
KORAN
1. Republika : sekretariat@republika.co.id
2. Kompas : opini@kompas.com / opini@kompas.co.id
3. Koran Tempo: ktminggu@tempo.co.id
4. Jawa Pos : dos@jawapos.co.id / editor@jawapos.co.id
5. Suara Merdeka: triwikromo@yahoo.com
6. Seputar Indonesia : donatus@seputar-indonesia.com
7. Tribun Jabar : cerpen@tribunjabar.co.id
8. Pikiran Rakyat : khazanah@pikiran-rakyat.com


MAJALAH
1. Majalah Horison : horisoncerpen@gmail.com
2. Majalah Sabili : elkasabili@yahoo.co.id
3. Majalah Ummi : kru_ummi@yahoo.com
4. Majalah Femina : kontak@femina-online.com
kontak@femina.co.id
5. Majalah Story : story_magazine@yahoo.com

Selasa, 29 November 2011

INDOKTRINASI KIAI PEDESAAN

Pada awal tahun 1930-an pemerintah Jepang mulai menunjukan minatnya kepada islam melalui promosi kajian Islam serta membangun hubunga dengan para pemimpin Islam terkemuka di Asia. Misalnya pada tahun 1935, kelompok pertama mahasiswa Jepag dikirim ke Arab dan Mesir untuk mempelajari Islam. Pada tahun yang sama masjid pertama dibagun di sebuah kota pelabuhan Internasional, Kobe, dan kemudian pada tahun 1938 sebuah lagi dibangn di Tokyo.
            Ada berbagai jenis alim ulama. Beberapa di antaranya disebut “guru ngaji” yang mengajarkan pengajian dan tafsir Qur’an kepada anak-anak tetangga dirumah mereka sendiri, yang lebih besar dan melembaga. Terlepas dari apakah penagajaran Islam mereka murni atau bercampur dengan kepercayaan setempat, kebanyakan kiai memainkan peran penting dimasyarakat pedesaan sebagai pemimpin spiritual dan mereka menikmati kehormatan luar biasa dari rakyat. Mereka tidak menerima tunjangan keuangan atau kebendaan dari pemerintah bagi lembaga pendidikan mereka di bawah ketetapan tentag “netralis agama”. Tetapi dilain pihak, kegiatan mereka diawasi secara ketat melalui Goeroe Ordonantie tahun 1925, yang mewajibkan guru-guru pesantren untuk mendaftarkan diri bahwa mereka ingin memberikan pelajaran agama orang-orang selain keluarga dekat mereka, dan  memberikan pernyataan tentang teks yag digunaka dalam pengajaran tersebut.
            Ada tiga tindakan yang sangat penting yang dilakukan Jepang untuk memanfaatkan alim ulama dalam kebijakan propaganda dan mobilisasi massa. Pertama didirikannya sebuah organisasi muslim, Masjoemi. Kedua, dibentuknya seksi urusan keagamaan (shumuka) di setiap pemerintah karisidenan. Kewajiban utama seksi ini ialah melakukan kontrol atas alim ulama setempat dan  memobilisasi mereka demi tujuan-tujuan propaganda. Ketiga, diselanggarakan progam “Latihan Alim Ulama”, yang dapat ditafsirkan sebagai suatu usaha untuk membuat alim ulama yang berpengaruh sebagai propagandis yang pro Jepang.
            Perhatian Jepang terhadap Islam diungkapkan oleh pembentuka sebuah departemen yang independen, yaitu Shumubu atau Kantor Oeroesan Agama, di dalam pemerintahan militer untuk menangani persoalan-persoalan agama. Semakin penting bahwa administrasi urusan keagamaan diberi perhatian yang sangat besar, dan hal itu menunjukkan betapa sunguh-sunguhnya penguasa Jepang berusaha untuk menangani persoalan Islam di Jawa.
            Diektur dan staf Shumubu berubah dari waktu ke waktu, yang menunjukkan kelenturan dan pencairan terus menerus akan kebijakan keagamaan yang lebih baik di kalangan penguasa Jepang. Pemimpn puncaknya yaitu jabatan Shumubu-cho (direktur), pertama kali diduduki oleh seorang perwira militer Jepang Kolonel Horie. Sesudah Jepang memulai melaksanakan kebijakan-kebijakan baru, Shumubu juga mulai mengubah struktur dan komposisi personalia Shumubu. Perubahan besarpertama dilakukan pada bulan September 1943, ketika Dr. Hoesein Djajadiningrat diangkut sebagai direktur Shumubucho, menggantikan perwira militer Jepang, Horie. Pengangkatan Hoesein merupakan salah satu langkah pertama ke arah “Pengambilan Bagian dalam Pemerintah oleh Bangsa Indonesia”, yaitu suatu kebijaka yang diterapkan setelah kunjungan Perdana Menteri Tojo ke Jawa pada bulan Juli 1943. Shumubu merupakan departemen pertama satu-satunya di dalam Gunseikabu yang dikepalai oleh seorang Indonesia.
            Setelah pengangkatan Hoesein, jabatan penasihat diambil alih oleh Kiai Haji Mansoer,  seorang pemimpin Muhamadiyah yang terkemuka. Setelah Jepang menduduki Jawa, ia diberi jabatan terpandang dalam dunia politik dan merupakan salah seorang dari empat serangkai. Pada waktu diangkat sebagai penasihat Shumubu, ia aktif sebagai salah seorang pemimpin puncak poetra.
            Berhentinya Hoesein jabatan tersebut diisi oleh seorang pemimpin muslim terkemuka, Kiai Hasjim Asjari, pada tanggal 1 Agustus 1944. Pengankatan kiai tua ini, yang tidak memiliki latar belakang pendidiksn Barat atau pengalaman pemerintah, sebagai direktur Shumubu, merupakan peristiwa yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dan merupakan kejutan besar bagi masyarakat. Persoala yang paling serius dari pihak Jepang ialah bagaimana mengalang kerja sama dengan penduduk pedesaan, dan Jepang telah menyadari betapa pentingnya peranan ulama Islam pada tingkat masyarakat bawah.
            Salah satu tindakan untuk mengembangkan kontrol yang efektif terhadap ulama Islam ialah didirikan seksi agama, yaitu Shumuka, dikantor-kantor karisidenan pada bulan April 1944. Sampai saat itu, satu-satunya kantor pemerintah daerah yang berkaitan dengan urusan agama ialah kantor penghulu yang terkait dengan bupati. Di bawah pengawasan kantor penghulu ini, dilakukan berbagai urusan Islam seperti perkawinan kaum muslim, pengelolaan penradilan agama, pengelolaan masjiddan pengumpulan zakat fitrah.
Enam tugas utama Shumuka yang yang diciptakan oleh Dr. Hoesein Djajadiningratmemberi pengarahan yag lebih konkret sebagai berikut,
1.      Untuk meningkatkan bimbingan dan propaganda terhadap umat Islam.
2.      Untuk mempererat hubungan antara pangreh praja dan alim ulama.
3.      Untuk mengaktifkan alim ulama supaya bekerja sama dengan pemerintahan militer Jepang.
4.      Untuk mengarahkan dan mengendalikan penghulu.
5.      Bahasa Jepang dan pengetahuan umum harus diajarkan di sekolah-sekolah agama.
6.      Untuk menyeleksi siswa yang dilatih sebagai alim ulama.
Melihat perkembangan shumuka selanjutnya, dan kegiatan-kegiatannya, kewajiban yang paling jelas ialah tiga yang pertama. Kehendak Jepang ialah untuk mempererat cengkraman pemerintah terhadap penduduk muslim secara umum, dan khususnya alim ulama, dengan menempatkan mereka di bawah kontrol langsung pejabat ulama, sehingga bisa memobilisasi mereka supaya bekerja sama dengan pihak Jepang.
kegiatan-kegiatan Shumuka untuk mengendalikan alim ulama setempat bekerja lebih efektif jika dipadukan dengan upaya untuk mendidik alim ulama melalui serangkaian kursus latihan dalam rangka menjadikan mereka sebagai propagandis jepang. Tidak jelas kapan pertama kali pemerintah militer memutuskan penyelenggaraan progam pelatihan semacam itu. Menurut Benda, menjelang dibukanya kursus latihan yang pertama pada bulan Juli 1943.

Senin, 28 November 2011

DINAMIKA KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI DI PRIANGAN 1870 – 1906

Priangan merupakan sebuah keresidenan yang terbentuk sejak awal abad 19 dan terletak di sebelah barat pulau Jawa dengan letak geografis yang strategis serta subur. Oleh karena itu, sejak awal VOC menancapkan kekuasaannya di Indonesia hingga kekuasaan tersebut berpindah ke pemerintah kolonial Hindia-Belanda, bumi Priangan selalu mendapatkan perhatian khusus. Tanah Priangan cocok ditanami segala macam tanaman sehingga wilayah tersbut kaya akan potensi hasil bumi, terutama kopi. Dalam Sistem Priangan (Preangerstelsel) sejak tahun 1677 bahkan kompeni mewajibkan penanaman kopi di seluruh wilayah Priangan.
            Bersamaan dengan dihapusnya cultuur stelsel pada tahun 1870, Preangerstelsel pun turut dihapuskan. Akan tetapi, pemaksaan penanaman kopi tidak dihapuskan karena tananam tersebut memberi keuntungan besar kepada pemerintah kolonial. Pada tahun itu pula lahirlah Undang-Undang Agraria (Agrarischewet). Tak lama berselang, pemerintah kolonial juga mengadakan reorganisasi khusus di wilayah Priangan yang berlaku sejak tanggal 1 Juni 1871, atau yang juga dikenal sebagai Preangerreorganissatie. Tujuan utama dari aturan baru tersebut tidak lain untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari wilayah Priangan dengan jalan memantapkan kekuasaan serta memperketat pengawasan atas daerah tersebut.
            Diberlakukannya Preangerreorganissatie telah banyak mengubah kehidupan sosial  ekonomi Priangan. Para pengusaha swasta Belanda pun mulai berlomba-lomba menanamkan modalnya di wilayah Priangan. Perkebunan-perkebunan besar pun banyak dibuka. Mereka bersaing mendapatkan lahan serta tenaga kerja, baik di antara sesama perusahaan swasta maupun negeri.
            Sementara itu, rakyat dibebaskan untuk menanam segala macam tanaman dengan jumlah pohon serta lahan sesuai dengan kemampuan mereka. Pemerintah juga menaikan harga kopi supaya rakyat lebih berminat menanam kopi dan tidak banyak bekerja pada perkebunan swasta. Berkat strategi tersebut hasil produksi kopi dari daerah Priangan terus meningkat, disamping itu kesejahteraan masyarakat juga turut meningkat.
Struktur pemerintahan pun berubah, setiap kabupaten dibagi menjadi beberapa daerah administratif yang disebut afdeling. Setiap afdeling dipimpin oleh seorang asisten residen, tujuannya tidak lain adalah untuk membatasi kekuasaan bupati. Bupati tidak lagi berhak menarik pajak dalam bentuk apa pun, mereka hanya memperoleh gaji dari pemerintah dan diangkat sebagai pegawai resmi pemerintahan. Akan tetapi, bupati tetaplah menduduki peranan penting sebagai perantara antara pemerintah dan rakyat dalam kehidupan masyarakat. Sehingga mereka tetaplah memiliki kekuasaan yang besar meski sekuat apapun pemerintah berusaha menekannya. Oleh karenanya, sejak saat itu lahirlah dualisme kekuasaan dalam pemerintahan kolonial.
            Akan tetapi masih banyak bupati yang lebih memperdulikan nasib rakyatnya. Pembagian kekuasaan antara bupati, patih, serta asisten residen membuat tanggung jawab bupati menjadi berkurang sehingga bupati bisa lebih focus melakukan pembangunan. Banyak lahan pertanian dibuka, sistem irigasi ditingkatkan, infratruktur perkotaan pun turut dibangun. Jalan raya serta jalan kereta api yang diperbaiki ataupun dibangun semakin mendukung system transportasi di wilayah Priangan. Akibatnya, perdagangan pun turut meningkat karena banyaknya angkutan yang bisa digunakan untuk mengangkut hasil-hasil pertanian, khususnya kereta api yang mulai beroperasi antara tahun 1881-1911.
            Pasar, warung serta pusat-pusat perdagangan lain banyak ditemukan di Ibukota Kabupaten. Aktivitas perdagangan semakin mudah dijumpai disana-sini. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat biasanya juga diikuti dengan pesatnya pertambahan jumlah penduduk. Begitu pula yang terjadi di Priangan, bukan hanya pribumi yang semakin bertambah, penduduk Eropa dan Cina puhn mulai ramai mendiami wilayah Priangan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pada masa itu Priangan telah menjadi daerah yang majemuk. Mereka membentuk daerah-daerah pemukimannya sendiri secara berkelompok. Pembangunan fisik kota terus ditingkatkan, terlebih di Bandung sebagai ibukota Keresidenan. Sejak tahun 1864 kota Bandung berfungsi sebagai pusat berbgai kegiatan, mulai dari pusat pemerintahan, pendidikan, kegiatan ekonomi-perdagangan, hiburan, perkeretaapian, dll. Pada tanggal 1 April 1906 Bandung bahkan diubah menjadi kota otonom dengan sebutan Gemeente.
            Dari makalah karya A. Sobana Hasdjasputra tersebut dapat kita lihat betapa kehidupan social ekonomi di daerah Priangan terus berkembang dengan baik berkat tinggginya kesejahteraan masyarakat yang diperoleh melalui tingginya prosuksi kopi.

TERBENTUKNYA MASYARAKAT PERKEBUNAN

Sekitar pertengahan abad yang lalu terjadi perubahan dalam kebijikan Kolonial di Hindia-belanda. Sistem tanam paksa  di Jawa dan beralihnya sistem liberallisme yang lebih bebas , hal tersebut menunjukan arah politik baru ini,membuka sumber daya alam negeri kepulauan itu bagi kepentingan pemilik modal.keadaan tersebut membuat meluasnya perkebunan,perkebunan di Jawa mulai dibuka dibawah sistem tanam paksa sekitar pertengan abad ke-19 dan perkebunan tersebuit semakin meluas sehingga hal tersebut menyebabkan produksi kaum petani menadi merugi.diluar jawa yang berpenduduk sedikit eksploitasinya baru dimulai, diluar Jawa konsensi lebih untuk penambangan mineral.dalam haltersebut jauh lebih penting bagi ekonomi Kolonial ialah terbentunya masyarakat perkebunan di Sumatra Timur.
Dalam mengakui kewenangan penguasan lokal,dengan menaikkan derajatnya yaitu mengizinkan mereka yang berderajat rendah untuk menggunkan gelar Sultan, Pemerintah kolonial melakukan hal tersebut agar dapat menguasai tanah-tanah dari kaum pribumi atau agar para tuan-tuan tanah dapat menyewakan tanahnya kepada pemerintah Kolonial. Pada tahun 1864 Sultan mengizinkan Nienhuys menanam tembakau, sebanyak yang ia kehendaki tanpa sewa atas tanah yang dipakai. Pada mas permulaan itu tenaga kerja jauh lebih langka daripada tanah.sehingga saat itu tenaga kerja masih minim sekali,kebanyakan pekerja tersebut dari dareh sekitar yaitu penduduk asli Deli yang merupakan orang batak dan orang Batak terkenal dengan orang bodoh menurut Nienhuys.
Sistem imbalan kerja yang diterapkan Nienhuys itu kelak menjadi landasan bagi pengorganisasi industri tembakau.dalam sistem ini kuli bukanya menerima upah harian melainkan uang muka atsa sejumlah uang yang akan diberikan pada waktu musim tanam yang besarnya tergantung pada jumlah dan mutu daun tembakauyang dipanen.dengan hal tersebut kuli banya yang dirugikan,sebenarnya sistem imbalan tersebut hanyalah bentukan pemerintah kolonial agar kuli dapat diperkerjakan.pada 1869 didatangakan 800 sampai 900 kuli.angka kematian kuli sangat tinggi,selama setahun saja dari jumlah itu sudah meninggal 213 orang,sebranya juga diperkebunan juga terdapat rumah sakit, namun kuli tidak mampu dalam biaya pengobatan karena gaji yang merak dedit tidak cukup untuk biaya pengobatan bila meraka sakit.
Penyerahan wewenang dari penguasa lokal kepada tuan kebun tidak hanya berlaku untuk tanah melainkan juga hak menguasai tenaga kerja. Paksaan diperlukan untuk mengikat tenaga kerja yang didatangkan dari tempat lain untuk bekerja di tempat yang membutuhkanya.sebagai ganti uang panjer yang telah diterimanya,setelah tiba diperkebunan kuli tersebut diwajibkan untuk segra bekerja sehingga utangnya dapat terbayar. dalam perjanjian kerja yang mulanya hanya berlaku untuk satu tahun.
Kuli yang memutuskan hubungan kerja diangagap melakukan pelanggaran, tuan kebun yang berpegang pada perjanjian pada tahun 1862 yaitu kekuasan hukum dan kepolisian berada ditangan Sultan deli. Dengan cara tersebut tuan kebun memperoleh kontrol sepenuhnya atsaa para pekerja, mereka menganggap berhak mengawasi sendiri pelaksana disiplin kerja yang keras dan menghukum kuli yang tidak memenuhi kewajiabn sebagai seorang kuli. Pemerintah kolonial agaknya berpandangan lain dengan mencoba mengakhiri otonomi tuan kebun yang tak terkendali itu dengan memperluas aparat pememerintah.
Pada tahun 1872 seluruh kepuluan ini mulai berlaku memutuskan kontrak kerja tanpa memperhatiakan tenggang waktu yang pantas atau menolak bekerja.kuli-kuli yang secara resni tak bisaditahan lagi untuk terus bekerja membentuk gerombolan-gerombolah yang terdiri dari 20 oarang sampai 40 orang dan berkeliaran berkomplot dengan unsur- unsur yang tak paus diklangan orang Batak mulai melakukan perlawanan terhadap perkebunan,hal tersebut melihtkan mulai muncul ketidak puasan para kuli,merak mulai memberontakan dikarenakan sistem yang dibuat oleh para tuan kebun yang sangat merugikan.
Para pengusah perkebunan masih berasal dari berbagai negeri,merka juga menyusun petisi berisi pernyataan keberatan atas penyerahan wewenang peradilan kepada pemerintah dan itulah awal dari aksi yang lebih terorganisasi,pra tuan kebun pun berusaha meniadakan persaingan – persaingan dengan menyeragamkan seluruh persyaratan kerja.sebagi contoh batas maksimum dalam pemberian uang panjer yang dibayarkan waktu perjanjian kerja diperbaruhi ditetapkan upah.
DPV dengan ketat mengawasi pelaksanan berbagai ketentuan yang telah diambil dari mengenakan denda pada anggota yang diketahui melakukan pelanggaran. Pemberantasan pelaraian kuli merupakan upaya yang penting,untuk itu uang panjer dikurang sehingga para kuli tak lagi tertarik untuk melarikan diri dan menjalin kontrak baru ditempat lain.senemtara itu, pemimpin perusahan didesak melalaksanakan  dengan ketat ketentuan- ketentuan  tentang hukum bagi yang berkeliaran.
Ordonasi kuli pun diumumkan pada tahun 1880. Pokok- pokoknya sebagi berikut:
o   Bahwa tanpa kontrak yang tertuli tidak mungkin ada hubungan kerja
o   Bahwa kontrak itu harus didaftarkan oleh pemerintah setempat segera sesudah datangnya kuli, kontrak kerja dibuat dengan menyebutkan nama,jenis pekerjaan,dan cara pembayaran upah, berpegang pada hari kerja sepuluh jam dan masa kontrak selama- lamnay tiga tahun.
o   Bahwa buruh dengan setia harus melasankan apya yang dibbankan kepadanya dan tanpa izin yang tertulis tidak boleh meninggalkan perkebunan. Sebaliknya majikan wajib mengeluarakansurat izin apabila kuli ingin mengadu kepada pemerintah setempat karena mendapatkan perlakuan buruk,sebagi perorangan.
o   Bahwa buruh berhak atas perlakuakan yang baik (upah tetap,perumahan,air untuk mandi dan minum,dan perawatan kesehatan)
o   Bawa setelah menyelesakain kontrak, buruh kalau memang menghendaki harus kembali ketempat ia semula diterima sebagi buruh.
Baruh dapat dihukum jika melarikan diri atau tak mau bekrja . ia dapat juga dihukum kalau memberontak, mengina ataua mengancam majikan atau pengawas, mengganggu keamanan, menghasut orang lain untuk lari atau membangkang, berkelahi, mabuk- mabukan dan kesalahan lain yang semacam itun dianggap sebagai pelanggaran, sekalipun tidak melanggar perjanjain kerja itu sendiri. Pemerintah beranggapan , ketentrman di perkebunan hnya dapt dipertahankan dengan tindkan keras.dapt dihukum jga jika buruh menghasut orang lain untuk tidak menepati perjanjian kerja ,termasuk meberi penginpan kepda kuli yang melarikan diri.
Dalam pejalannya ordonansi berjalan tidak sesuai,banyak sekaili kuli yang dirugikan ,bahkan konrtak kerja mereka melebihi dri tiga tahun dan maslah keshtan merka juga tidak terjamin,bisa dilhat banyak kuli yang yang meninggal di perkebuna,dalam meminta izn merak tidak diberi izin apalagi melaporkan kepada pemerintah,didalam  perkebuna pemerintah tidak bisa ikut turut campur  dalammaslah yang ada didalamnya,sehingga yang berhak mengurusi para kuli yaitu tuan kebun dan para pengawas perkebunan

FILSAFAT SEJARAH SPEKULATIF


1.   Gianbattista Vico (1668 – 1744)
Vico adalah seorang filosof sejarah dan sosial yang hidup di Italia pada akhir abad ketujuh belas dan permulaan abad kedelapan belas. Menurut Vico, sejarah kemanusiaan bisa diletakkan dibawah interpretasi ilmiah yang teliti. Ia, dalam karyanya The New Science, berupaya menguraikan sebab-sebab terjadinya perubahan kultural yang menimpa masyarakat manusia. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa masyarakat manusia melalui fase-fase pertumbuhan, perkembangan, kehancuran tertentu. Sebab di antara watak manusia ialah timbulnya gejala-gejala itu di bawah kondisi-kondisi tertentu dan sesuai dengan sistem-sistem tertentu. Jadi setiap kali kondis-kondisi itu terpenuhi, maka gejala-gejala itu pun akan timbul.
Selain itu Vico berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat manusia melalui berbagai lingkaran kultural, di mana masyarakat-masyarakat itu beralih dari kehidupan barbar ke kehidupan berbudaya atas tuntunan Ilahi yang memelihara wujud. Namun ciri yang mewarnai teori Vico tentang sejarah ialah keyakinannya bahwa berbagai aspek kebudayaan suatu masyarakat dalam fase mana pun dari sejarahnya membentuk polapola sama yang saling berkaitan satu sama lainnya secara substansial dan esensial. Jadi, apabila dalam suatu masyarakat berkembang suatu aliran seni atau keagamaan tertentu, maka berkembang pula bersamanya pola-pola tertentu dari sistem-sistem politik, ekonomi, hukum, pikiran dan sebagainya. Teori Vico ini mempunyai dampak yang jelas terhadap banyak filosof sejarah setelahnya, seperti Herder, Hegel, dan Karl Marx, semuanya menurut caranya masing-masing.
Aliran Vico tentang daur kebudayaan ini sendiri ditegakkan di atas hubungan internal di antara berbagai pola budaya yang berkembang dalam masyarakat. Sebab ia menjadikan daur-daur kulturalnya satu sama lainnya saling melimpahi dan selalu memiliki perulangan. Tetapi perulangan itu tidak selalu berarti bahwa sejarah mengulang dirinya sendiri. Sebab perjalanan sejarah bukanlah roda yang berputar mengitari dirinya sendiri sehingga memungkinkan seorang filosof meramalkan terjadinya hal yang sama pada masa depan . Sedang menurut Vico, sejarah berputar dalam gerakan spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui diri, seperti gerakan pendaki gunung yang mendakinya dengan melalui jalan melingkar ke atas di mana setiap lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya, sehingga ufuknya pun semakin luas dan jauh.
Mungkin pembaharuan diri terus-menerus dari gerak sejarah inilah yang menjadi ciri teori Vico yang membedakannya dari teori-teori tentang daur kultural sejarah sebelumnya. Teori ini sendiri konsisten dengan suatu metode yang tegar tentang gerak ulang sejarah, yang melempangkan jalan untuk berpendapat tentang mungkin dilakukannya peramalan dalam kajian sejarah dan sulit menerima ide kemajuan seperti menurut Plato dan Machiavelli. Masyarakat-masyarakat manusia menurut Vico, dengan demikian, bergerak melalui fase-fase perkembangan tertentu yang berakhir dengan kemunduran atau barbarisme dan selanjutnya memulainya lagi dari fase yang awal dan begitu seterusnya. Dengan demikian lingkaran-lingkaran sejarah, menurut Vico, dalam pendakian yang terus menerus terjalin erat dengan kemanusiaan. Dalam wawasan historis Vico, ide kemajuan adalah substansial, meski kemajuan ini sendiri tidak melalui satu perjalanan lurus ke depan tapi bergerak dalam lingkaran-lingkaran historis yang satu sama lainnya saling melimpahi. Dalam setiap lingkaran, pola-pola budaya yang berkembang dalam masyarakat, baik agama, politik, seni, sastera, hukum, dan filsafat saling terjalin secara organis dan internal, sehingga masing-masing lingkaran itu memiliki corak kultural khususnya yang merembes ke dalam berbagai ruang lingkup kulturalnya.
Atas dasar itu Vico membagi sejarah kemanusiaan menjadi tiga fase yang berkesinambungan, yaitu fase teologis, fase herois dan fase humanistis. Fase yang terkemudian, menurut Vico, adalah lebih tinggi ketimbang fase sebelumnya, daur kultural purna dengan fase ketiganya dengan lebih tinggi dibanding daur sebelumnya.
1.      fase ketuhanan. Masa ini bermula pada waktu suatu bangsa mulai meninggalkan secara bertahap kehidupan primitive sebelumnya, untuk masuk pada masa ketuhanan. Masa ini sendiri diwarnai dengan berkembangnya berbagai khurafat dan rasa takut terhadap fenomena-fenomena alam yang dipandang sebagai teofani kehendak Ilahi, baik yang menunjukkan kemarahan-Nya atau keridhaan-Nya. Selain itu masa ini juga didominasi oleh ide ruh baik dan ruh jahat yang menentukan nasib manusia . Lebih jauh lagi masa ini adalah masa mitologi animistis yang dikendalikan oleh kekuasaan-kekuasaan kependetaan yang menyatakan bahwa hak-haknya dalam melaksanakan apa yang dipandangnya sebagai hukum didasarkan pada kehendak tertinggi Ilahi.
2.      Fase pahlawan. Fase ini bermula pada waktu masyarakat masa ketuhanan bersatu dan masuk pada kesatuan yang lebih besar guna menghadapi bahaya luar atau disintegrasi internal. Pada fase ini watak manusia begitu didominasi cinta kepada kepahlawanan dan pemujaan kekuatan, agama, sastera, dan filsafat mengambil corak mitologis khusus. Sementara kekuasaan pada masa ini telah beralih dari tangan para pendeta dan tokoh agama ke tangan panglima perang dan ksatria. Dalam kondisi yang demikian kekuatan menjadi hukum yang berlaku dan kekuatan bersenjata yang menentukan kebenaran.
3.      Fase humanistis. Masa ini diwarnai dengan demokrasi, pengakuan kesamaan manusia, dan keruntuhan sistem otoriter. Ia adalah masa rasional yang mempercayai manusia dan berupaya untuk menguasai alam di mana fenomena-fenomenanya kini lagi dipandang erat kaitannya dengan amarah dan keridhaan Tuhan. Namun dalam masa ini, menurut Vico, terkandung benih keruntuhan dan kehancuran. Sebab demokrasi dan pernyataan persamaan anggota-anggota masyarakat segera akan mendorong rakyat awam mempunyai sikap yang ekstrem dalam menuntut hak-hak mereka yang secara bertahap kemudian mereka peroleh. Tapi ini membuat semakin meningkatnya konflik antara kelas masyarakat, bukannya meredakannya, sehingga melemahkan hubungan-hubungan tradisional antara kelas-kelas itu dan membangkitkan keraguan terhadap sebagian nilai-nilai tradisional yang diterima tradisi-tradisi sosial yang diakui. Akibatnya adalah terjadi disintegrasi dan kerusuhan yang merupakan pertanda berakhiriya daur kebudayaan seluruhnya.
2.   G.W.F. Hegel (1770 – 1831)
Pada abad kesembilan belas, in terpretasi-interpretasi sejarah yang bercorak eksperimental ini mendapat reaksi dari para filosof idealis, terutama sekali diwakili Hegel (meninggal pada tahun 1831). Hegel adalah seorang idealis yang berpendapat bahwa pikiran adalah landasan segala apa yang maujud. Selain itu, Hegel juga seorang dualis yang berpendapat tentang adanya dua unsur yang sepenuhnya berbeda, yaitu unsur spiritual dan material, yang terhimpun dalam satu ruh atau pikiran yang dipandang sebagai kekuatan tertinggi yang menggerakkan segala sesuatu. Pikiran atau ruh itu disebut dengan akal mutlak. Untuk membuktikan teorinya ini Hegel mempergunakan polemik. Lewat cara ini ia berpendapat bahwa akal manusia selalu bergerak ke depan untuk mencapai ilmu mutlak.
Teori mencapai puncaknya dalam abstraksi. Idealismenya yang berlebih-lebihan ini membangkitkan kecaman dari kaum materialis setelahnya dan mereka mengkritik pendapatnya bahwa sejarah adalah keterbukaan akal kosmis mutlak dan perluasannya dalam waktu . Menurut kaum materialis, interpretasi Hegel atas sejarah merupakan interpretasi materialistis murni. Dengan demikian, pendapatnya terperosok pada lawan pendapatnya dan dengan itu ia terjatuh dalam sikap berlebih-lebihanan yang tidak logis. Seperti terbukti, filsafat sejarah Hegel begitu terpengaruh oleh ajaran-ajaran agama Masehi. Sehingga bisa dikatakan bahwa konsepsinya tentang semangat universal yang terpersonifikasikan dalam zaman historis diilhami makna-makna simbolis agama Masehi. Sebab apabila al-Masih adalah semangat agama Masehi yang terpersonifikasikan dalam ruang dan waktu, demikian halnya realitas semangat menurut Hegel juga berpakaiankan waktu.
Malah struktur umum konsepsinya tentang sejarah hampir seiring dengan konsepsi-konsepsi Saint Augustine, apabila aspek dogmatis konsepsi-konsepsi Saint Augustine kita buang dan konsepsi-konsepsi keagamaan yang ada dalam metodenya kita rumuskan kembali dan kita ubah menjadi kategori-kategori rasional. Memang, konsepsi Hegel tentang agama Masehi bertentangan dengan konsepsinya tentang teologi tradisional. Namun ini tidak menghalangi adanya kesamaan seperti dikemukakan di atas. Sebab kejatuhan tidak lain adalah kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai manusia dan kejahatan adalah tetap terpisahnya manusia dari Tuhan. Sedang masuknya berbagai penderitaan dalam sejarah adalah sarana untuk merealisasikan kesatuan manusia dengan Tuhan.
Menurut Hegel, ide kebebasan merupakan kunci hakiki dari sejarah. Sebab kebebasan adalah substansi akal budi dan akal budilah yang mengendalikan alam. Sedang perjalanan sejarah dalam filsafatnya adalah semacam kemajuan dialektis di mana berlangsung penghancuran dan pembangunan kembali, untuk merealisasikan perubahan ke arah yang lebih baik. Sementara kejeniusan atau semangat bangsa - yang tertampilkan dalam diri individu-individu tapi mandiri dari kehendak dan maksud mereka - adalah pencipta sebenarnya kebudayaan. Sedangkan sejarah, dalam filsafat Hegel, adalah arena di mana muncul berbagai bangsa untuk mengungkapkan semangat universal, tapi hanya para pahlawan dan jenius saja yang mampu memahami substansi semangat itu.
Apabila sifat alam adalah kesniambungan, ketertiban, dan kelangsungan tanpa perubahan, maka alam semangat sajalah yang mampu mencipta dan mengubah ke arah kesempurnaan. Semangat ini adalah karunia intelektual atas suatu bangsa. Sedang sejarah suatu bangsa tidak lain adalah suatu prose s aktualisasi diri di dalamnya dan penyingkapan kontribusi-kontribusinya terhadap kebudayaan manusia seluruhnya, dan sejarah dunia, menurut Hegel, tidak lain adalah kemajuan kesadaran umum terhadap kebebasan. Jadi, dengan melaksanakan kebebasan, yakni kemampuan untuk berkehendak bebas, manusia pun menjadi bukti wujud spiritualnya.
Dengan ini sejarah adalah perkembangan semangat dalam waktu dan alam adalah perkembangan ide dalam ruang. Idealisme Hegel bertemu dengan idealisme para pemikir sezamannya. Misalnya saja Karl Marx (meninggal pada tahun 1883) dan Friedrich Engels (meninggal pada tahun 1895) mengemukakan. suatu interpretasi ekonomis atas sejarah dengan mendayagunakan aliran dialektis Hegel, meski pada saat yang sama keduanya mengecam keras Hegel. Jadi, apabila Marxisme menentang idealisme Hegel, di pihak lain Marxisme mengambil metode diael ktis Hegel sebagai landasan materialisme dan meletakkan metode itu, seperti dikatakan dua pengasas aliran Marxis itu, di bawah telapak kaki keduanya setelah sebelumnya berdiri tegak di atas kepalanya.
Dengan demikian, di tangan kedua pemikir itu, idealisme pun berubah menjadi materialism murni dan penyingkapan riil tentang perjalan semangat dalam sejarah pun, seperti dinyatakan Hegel, berubah menjadi upaya untuk membebaskan manusia dari belenggu keasingannya dari dirinya sendiir, yakni keasingan yang timbu l dari berkuasanya sistem-sistem sosial, ekonomis, dan politik tertentu. Namun penekanan Marxisme atas makna teologis dari sejarah lebih besar ketimbang filsafat-filsafat lainnya. Hal ini karena aliran Marxisme merupakan suatu filsafat yang membuktikan kebobrokan sistem kapitalis, meramalkan kejatuhan dan keruntuhan system kapitalis, dan meramalkan berlakunya komunisme dalam masyarakat manusia masa depan yang tanpa kelas, di mana kemanusiaan akan bisa merealisasikan kebahagiaan setelah terealisasinya sorga tertingginya di bumi ini.
3.      Johan Gottfried Herder (1744 – 1803)
Dalam karyanya itu ia mengemukakan bahwa sejarah bergerak maju ke depan dan ia terjadi sebagai hasil proses-proses yang berlangsung dalam alam fisik. Proses- proses itu terdiri dari berbagai fase dan mencapai puncaknya pada manusia. Jadi, manusia yang merupakan puncak perkembangan fisik juga dipandang sebagai permulaan puncak perkembangan lainnya yakni perkembangan intelektual.
Gagasannya termuat dalam “A Philosophy of the History of Man” yang terbit th. 1784 bersamaan dengan tulisan Kant “Idea of a Universal History”. Herder merupakan murid dari Emanuel Kant yang sekolah di Konigsberg university. Antara Herder dengan Kant terdapat perbedaan pendapatan tentang sejarah. Herder menggunakan aliran romantism, sedangkan Kant menggunakan aliran rasionalisme. Romantisme timbul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme dalam pendekatannya terhadap sejarah.
Adapun perbedaan keduanya yaitu:
-       Rasionalisme : berangkat dari keyakinan pasti menyangkut kemajuan manusia, sehingga memandang sejarah dari masa barbar menuju rasionalisme dengan tujuan yang pasti juga.
-       Romantisme : meski kemajuan sejarah dapat dilihat namun kemajuan tersebut tidak bersifat rasional namun irrasional dan tidak disadari,  kemajuan sejarah manusia di suatu tempat dan suatu waktu akan terjadi dengan caranya sendiri-sendiri secara alami. Sejarah sebagai suatu fenomena alam.
Kaum rasionalis cenderung menganggap sejarah masa lalu sebagai kisahnya orang barbar/tidak cerah kisah kelam. Herder berpendapat janganlah sejarawan menghakimi masa lalu, namun menaruh simpati, melalui upaya membayangkan memasuki kehidupan masing-masing kebudayaan dan mencoba untuk memahaminya dari dalam. Masing-masing kebudayaan adalah unik/khusus, tak dapat dibandingkan satu sama lain, maka untuk menyimpulkannya harus didasarkan pada ukuran masing-masing. Sejarah tak boleh menentukan ukuran sendiri. Rasionalisme berasumsi bahwa sifat manusia adalah sama/seragam, dan tidak berubah. Herder menganggap masing-masing abad dan budaya memiliki sifat sendiri-sendiri. Manusia memiliki banyak sifat yaitu analogi rasionalisme, manusia sama dengan mesin dan analogi romantisme, manusia sama dengan tanaman.
Kebudayaan tumbuh spontan dan bergantung pada kondisi tempat/situasi), tidak ada hukum universal. Rasionalisme merupakan apa yang terjadi pada manusia bersifat pasti, berarti mengabaikan pengaruh lingkungan. Sedangkan Romantisme merupakan apa yang terjadi pada manusia ditentukan oleh kondisi lingkungan. Rasionalisme merupakan pendekatan terhadap sejarah mempengaruhi cara yang pasti yang kemudian mencari penguatan melalui data, Sedangkan Romantisme merupakan keberatan terhadap pendekatan tersebut oleh karena memaksa data sebagai penguat/pembenar teori, maka pendekatannya harus bebas tanpa prasangka. Herder berpendapat
-          tujuan sejarah adalah Humanity
-          Menekankan realita utama/primer dari kelompok
-          Sejarah bukan merupakan laporan dari orang tertentu, namun merupakan kisah dari sekelompok masyarakat tempat orang tersebut berada. Sekelompok masyarakat tersebut yang paling penting adalah bangsa (Das Volk).

PERSAMAAN
Mereka sama-sama memiliki pendapat yang diuraikan oleh pemikiran dan pendapat yang ditimba dari Perjanjian Lama, dan tidak lepas dari fanatisme keagamaan. Dan paling sedikitnya ia dipandang sebagai salah seorang pengasas kajian historis pada zaman modern. Karena itu dapat dikatakan bahwa dedikasinya terhadap sejarah sebanding dengan dedikasi Bacon terhadap metode penelitian fisika dan dedikasi Auguste Comte
Para filosof abad kedua puluh yang kembali menekankan makna keagamaan dari sejarah, tidak terkecuali dalam aliran-aliran pembaharuan yang mengambil nama para tokoh atau aliranaliran yang ada sebelumnya. Semua aliran-aliran itu berupaya sekali lagi untuk menghidupkan kembali makna keagamaan dari sejarah yang sesuai dengan budaya abad kedua puluh. Karena kemajuan zaman – sesuai dengan teori yang menyatakan tentang makna sejarah - dengan sendirinya menyingkapkan suatu nilai moral yang bersamanya alam menjadi ruang angkasa di mana tampak pengarahan Ilahi atau bukan Ilahi sesuai dengan teori itu.
Teori Vico ini mempunyai dampak yang jelas terhadap banyak filosof sejarah setelahnya, seperti Herder, Hegel, dan Karl Marx, semuanya menurut caranya masing-masing. Vico berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat manusia melalui berbagai lingkaran kultural, di mana masyarakat-masyarakat itu beralih dari kehidupan barbar ke kehidupan berbudaya atas tuntunan Ilahi yang memelihara wujud. Namun ciri yang mewarnai teori Vico tentang sejarah ialah keyakinannya bahwa berbagai aspek kebudayaan suatu masyarakat dalam fase mana pun dari sejarahnya membentuk polapola sama yang saling berkaitan satu sama lainnya secara substansial dan esensial. Jadi, apabila dalam suatu masyarakat berkembang suatu aliran seni atau keagamaan tertentu, maka berkembang pula bersamanya pola-pola tertentu dari sistem-sistem politik, ekonomi, hukum, pikiran dan sebagainya.