Total Tayangan Halaman

Minggu, 24 Maret 2013

Koruptor vs Pelacur



Pengalaman ini terjadi ketika ane masih tinggal di Ma’had. Masyarakat di sekitar Ma’had menganggap bahwa Mahasantri (sebutan bagi Mahasiswa yang tinggal di Ma’had) adalah manusia pilihan dengan berbagai ilmu, baik ilmu yang digelutinya di Kampus maupun ilmu agama yang dipelajari di Ma’had.
Suatu ketika ada kajian yang diadakan oleh jama’ah pengajian ibu-ibu di rumah seorang jama’ah. Pengajian ini rutin diadakan setiap malam minggu, bergilir dari rumah satu ke rumah yang lain supaya tiap jama’ah mendapat giliran menjadi tuan rumah dan saling bersilaturahim ke kediaman para jama’ah.
Sudah beberapa kali ane ngisi ceramah dalam kajian ibu-ibu tersebut dan selalu tidak ada masalah. Selain ngisi ceramah dalam kajian ibu-ibu ane juga sering jadi khatib dan ngisi kajian di beberapa tempat. Kembali ke kajian ibu-ibu, tragedi itu terjadi ketika seorang ibu bertanya kepada ane: “Mas, saya mau tanya nih. Besar mana dosa antara koruptor dengan pelacur?”
Jujur baru pertama kali ini ane dapat pertanyaan seperti itu, bingung mau jawab apa. Ane berfikir cukup lama sampe ibu-ibu menunggu dengan wajah penuh harap. Akhirnya ane pun menggunakan logika untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh ibu berkerudung cokelat.
“Mohon ibu-ibu semua berfikir sejenak,” perintah ane kepada para jama’ah. “Saya tidak akan menjawab pertanyaan tadi, tapi saya akan balik bertanya kepada jama’ah sekalian. Koruptor cari uang dengan menyengsarakan orang banyak, pelacur mencari uang dengan memberi kesenangan kepada orang banyak. Pikir saja sendiri, besar mana dosanya menurut ibu-ibu sekalian??”
Semenjak itulah ane tidak mau lagi ngisi kajian jama’ah ibu-ibu. Ane juga menolak segala macam undangan untuk ngisi kajian yang dalam kajian tersebut ada sesi tanya jawabnya.

*24-03-2013

Sabar



Dalam ayat suci Al-Qur’an Alloh selalu meminta hamba-Nya untuk selalu bersabar. Jadi, kesimpulan dari ayat tersebut adalah sabar itu tidak ada batasnya. Salah kaprah orang yang mengatakan kesabaran orang ada batasnya. Jelas sekali kalau Alloh akan membersamai orang yang sabar, semakin sabar orang tersebut maka Alloh akan semakin dekat dengan hamba yang penyabar.
Kali ini ane tidak mau membahas lebih jauh ayat di atas karena ane bukanlah ustadz yang biasa ngasih ceramah di Masjid atau pengajian majelis ta’lim. Pada kesempatan kali ini ane cuma mau menangkap sebuah fenomena menarik dari kelakuan orang yang ingin bersabar dari letupan emosinya.
Para pembaca sekalian perhatikan saja bagaimana seorang yang sedang dilanda emosi tapi ingin tetap bersabar dengan menahan emosinya, pasti orang tersebut akan mengelus dada, iya kan?? Kenapa seperti itu?? Begini jawabnya: Ketika orang emosi detak jantungnya bertambah makanya ada gerakan mengelus dada berusaha menurunkan detak jantung.
Ada sebuah kejadian menarik yang ane alami, waktu itu ada teman ane seorang cewek bertengkar dengan temannya sesama cewek, saya lihat dia bertengkar dengan sangat emosi. Saya lihat dia emosi kok gak ngelus dada, akhirnya saya elus dadanya supaya detak jantungnya menurun.
Dan itulah, sabar yang berbuah tampar. Ya ane sabar saja ditampar toh niat ane buat nenangin itu cewek dan yang pentingnya lagi sudah ngelus dada kan hehe... Karena prinsip ane lebih baik ditampar daripada harus bayar. Itulah untungnya jadi orang sabar. So, para pembaca sekalian jadilah orang yang sabar.

*23-03-2013

Jumat, 22 Maret 2013

Kamu Seorang Intelijen?



Sudah lama gak ngisi blog sampe bingung mau ngisi blog pake apa, mau tak isi pakaian gak muat, ngisi makanan gak ada makanan yang mau tak taruh di blog, ya udah ngisi tulisan saja, eh masih bingung tulisan tentang apa.
Iseng-iseng karena dapat gratisan pulsa dari Indosat akhirnya buat itu yang namanya survey asal-asalan. Di pagi yang cerah tanpa adanya kesibukan akhirnya ane sms ke beberapa teman. Dari situ bisa ditarik kesimpulan bagaimana sifat teman-teman yang dikirimi sms hehe... Smsnya begini gan:
Ketika anda diberi 2 pilihan
1.             Menjadi anggota intelijen yang kinerjanya tidak kelihatan tapi hasilnya kelihatan,
atau
2.             Menjadi anggota Densus 88 yang kinerjanya kelihatan bahkan diekspos besar-besaran dan hasilnya juga kelihatan.
Anda akan pilih mana kawans??
Oh ya, nomor yang ane pake bukanlah nomor familiar bagi teman-teman karena ane tidak menggunakan nomor tetap ane (XL dan Simpati) melainkan menggunakan nomor sekali pake. Maksudnya sekali pake adalah, begitu pulsa habis maka dibuanglah kartu sim nya. Gak mubadzir boy?? Ehmmm gimana ya... justru malah lebih murah, hanya bermodal 500 rupiah anda sudah mendapatkan kartu perdana dengan isi pulsa Rp 2000. Dan untungnya lagi setelah kirim 5 sms anda akan mendapatkan 30 sms gratis ke lain operator dan 300 sms gratis ke sesama Indosat.*Ini bukan iklan ya boy...
Ane hanya meminta mereka memilih salah satu opsi tanpa memberikan alasan. Namun, tidak sedikit yang membalas sms dengan memilih salah satu opsi sambil mencantumkan alasannya. Lebih banyak lagi yang membalas sms bertanya “maaf, ini siapa?” entah dia sambil mencantumkan pilihannya atau tidak.
Dari survey di atas bisa didapat hasil statistik sebagai berikut: 97% memilih opsi satu, 3% tidak memilih alias golput (waduh... macam pemilu pakai golput) dan tidak ada satupun orang yang memilih opsi 2. Dari 3% golputers bisa dibagi lagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok “murtad” karena mereka tidak memilih salah satu opsi, justru mereka malah menambahkan opsi baru yang tidak lolos verifikasi.
Kelompok kedua adalah responden yang mempunyai sikap kewaspadaan luar biasa. Mereka tidak memilih salah satu opsi melainkan balik bertanya “maaf, ini siapa?” Entah takut atau apa yang jelas mereka waspada kalau-kalau yang memberi pertanyaan adalah orang yang tidak bertanggungjawab.
Uniknya lagi ada pula yang tidak memilih karena tidak suka dengan perumpamaan sebagai intelijen atau densus 88 (kayak nama salep ya?? Salep 88 gan). Alasannya pun cukup bagus, katanya intelijen dan densus 88 kerjaannya membunuh orang di tempat yang salah. Kita ketahui bersama bagaimana kerja densus 88 dalam menghadapi para “teroris”, mayoritas mereka main tembak mati tanpa ada praduga tak bersalah. Akan tetapi untuk kerja intelijen sendiri tidaklah demikian, tugasnya adalah mengumpulkan informasi untuk selanjutnya diserahkan kepada pihak yang berwenang melakukan penangkapan. Itu sesuai teorinya, tapi untuk kenyataan di lapangan I don’t know. Tidak diketahui kerjanya di lapangan karena mereka tidak ketahuan kalau mereka adalah anggota intelijen.  
Tidak usah jauh-jauh, bagi para penggemar film pasti tahu siapa James Bond kan?? Ya, agen intelijen inggris itu dalam filmnya kadang harus membunuh orang yang menghalanginya bekerja mengungkap sebuah kasus dan demi mendapatkan informasi. 
Ok class... kita bahas satu persatu. Bagi responden yang memilih opsi satu adalah orang yang ikhlas dalam membantu sesama. Dia tidak mau pamer kebaikan, dengan kata lain bersedekah tapi orang tidak tahu, hanya Allah SWT yang tahu dan dampaknya bermanfaat terhadap apa yang kita lakukan. Seperti peribahasa, Tangan kanan memberi, tangan kiri tidak mengetahuinya.
Walaupun tidak ada responden yang memilih opsi kedua, ane tetap akan ngasih tau buat semua bagaimana kriteria orang yang memilih second option. Mayoritas responden memilih opsi pertama karena mereka manusia, dan manusia itu pasti punya hati nurani yang bisa membedakan mana baik dan kurang baik. Pilihan kedua kurang baik karena apa yang dikerjakan untuk mendapatkan popularitas dengan pengakuan dari orang lain.
Tegang ya?? Gak usah tegang baca tulisan ane ini gan, sante saja. Demi mengurangi ketegangan kalian, ane akan menutup tulisan ini dengan sebuah anekdot. Begini ceritanya:
Terjadi konflik antara BIN, TNI , dan POLRI dengan saling menyombongkan instititusinya masing-masing. Tidak ada yang mau mengalah, menganggap bahwa institusi merekalah yang paling hebat. Akhirnya pemerintah turun tangan menengahi konflik tersebut supaya tidak semakin runcing. Pemerintah mengadakan sebuah sayembara agar pertikaian tiga institusi tersebut cepat selesai dan mengetahui institusi mana yang paling hebat.
Pemerintah melepaskan seekor kelinci putih ke dalam hutan rimba di Papua yang belum terjamah oleh manusia. Tiap institusi diberi waktu tidak terbatas masuk ke dalam hutan mencari kelinci putih yang dilepaskan oleh pemerintah. Giliran pertama adalah BIN. Ratusan anggota BIN menyisir hutan, setelah satu bulan akhirnya para anggota keluar tanpa membawa seekor kelinci. Ujungnya mereka menyimpulkan bahwa Pemerintah tidak pernah melepaskan seekor kelinci pun, itu hanya isu.
Giliran kedua adalah TNI. Ribuan anggota TNI menyisir hutan yang lebat, dalam waktu satu minggu ribuan anggota TNI tersebut keluar hutan tanpa membawa hasil sehingga membuat mereka marah dan hutan pun dibakar habis berserta para penghuninya.
Terakhir adalah puluhan anggota POLRI terjun ke TKP. Dalam waktu kurang dari 24 jam mereka keluar hutan sambil membawa seekor tikus berwarna putih yang wajahnya sudah babak belur. Tikus tersebut diseret keluar sambil menangis dan teriak mengiba “iya deh pak, saya ngaku kalau saya ini kelinci”. 

*14-03-2013

Kamis, 21 Maret 2013

Tim Verifikasi Data



Sudah bukan rahasia lagi kalau ane adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan disingkat SMK atau lebih dikenal dengan sebutan STM. Walaupun sudah berubah nama menjadi SMK tapi orang-orang masih suka nyebut STM karena sebelum disatukan dulunya dipisah antar sekolah kejuruan. Untuk kejuruan Tekhnik menjadi STM, kepanjangannya Sekolah Tekhnik Menengah. Satunya lagi SMEA, Sekolah Menengah Ekonomi Atas dan kejuruan-kejuruan lainnya.
Entah tahun berapa saya tidak begitu mengikuti perjalanan sejarahnya, semua sekolah kejuruan diberikan nama yang sama, SMK, Sekolah Menengah Kejuruan. Uniknya masyarakat masih menggunakan sebutan lama. Mungkin juga karena susahnya menghilangkan “image” yang terlanjur melekat pada anak-anak STM.
Dimanapun yang namanya STM, wabil khusus anak-anak jurusan mesin, otomotif dan bangunan terkenal dengan ekstrakurikuler yang tidak disediakan oleh sekolahnya, namun mereka membuatnya sendiri di jalanan bersama “rekan” mereka dari sekolah lain. Ekstrakurikuler tersebut adalah tawuran.
Perlu diketahui bersama, saat ini tawuran sudah mengalami perkembangan cukup pesat. Tawuran sekarang sudah menggunakan formasi, ada pemain bertahan, gelandang, pengalih perhatian dan penyerang. Ceritanya dulu ketika ane hendak masuk tim tawuran harus ikut seleksi terlebih dahulu, cocoknya masuk bagian mana.
Setelah mengikuti seleksi yang cukup panjang dan melelahkan ternyata ane tidak dapat tempat satu pun diantara pemain bertahan, gelandang atau penyerang. Untungnya ane masih bisa masuk tim tawuran dengan posisi yang cukup strategis, tim verifikasi data.
Eitsss... jangan ketawa dulu, justru posisi ini adalah posisi cukup garang lho... So, setiap kali tawuran ane tuh yang paling depan. Sebelum tawuran ane selalu nanya sama lawan sambil teriak “anak mana?”. Mereka jawab “STM ***” Terus ane catat, jadi ane punya datanya diakhir tawuran, statistik lawan STM A berapa, lawan STM B berapa, lawan STM C berapa.
Jangan serius-serius amat bacanya ya, ini hanya catatan gak mutu n gak jelas tentang tawuran yang diambil sisi humor dan plesetannya. Bagi yang tidak mudeng tawuran itu tandanya mereka tidak pernah ikut atau melihat tawuran secara langsung. Kalau ingin lebih jelasnya bisa ditanyakan kepada saksi, pelaku atau mantan pelaku tawuran itu sendiri.  

*21-03-2013

Rabu, 20 Maret 2013

Esprit De Corps Sang Calon Dokter



Jum’at, 15 Maret 2013 saya mengantarkan Bapak dan Ibu untuk cek kesehatan dan konsultasi gizi di RS Dr Sardjito, Yogyakarta. Bapak dan Ibu berobat menggunakan askes karena pensiunan abdi negara. Dengan berobat menggunakan Askes kita akan mendapat potongan harga alias membayar lebih murah atau di bawah standar.
Namanya juga fasilitas murah pastinya membuat kita untuk lebih nrimo. Ada sebuah guyonan di kalangan masyarakat rega nggawa rasa, artinya harga bawa rasa. Maksudnya dengan harga yang ekonomis kita harus menerima fasilitas yang minimalis dan dinomor duakan dibandingkan dengan yang kelas bisnis atau eksekutif yang bayarnya lebih mahal.
Selain fasilitas yang minimalis sebagai kelas di bawah eksekutif, birokrasinya pun berbelit-belit dioper ke sana-kemari. Selesai melakukan pendaftaran kita diharuskan menunggu panggilan pemeriksaan yang antrinya luar biasa banyak sehingga membuat kita menunggu cukup lama. Saya perhatikan ternyata kita menunggu sampai satu jam sampai akhirnya dipanggil untuk mendapatkan pemeriksaan oleh dokter.
Di sela-sela menunggu itulah saya menulis status, selain untuk meluapkan emosi karena menunggu yang cukup lama juga menjadi sebuah keluhan seorang pasien kepada para pelayan masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan. Inilah status saya:
“Dokternya ngobrol sama temannya sesama dokter, pegawai di bagian administrasi juga pada ngobrol masing-masing, lha kok gak dipanggil-panggil?? Ketika ditanya, jawabnya: Sabar ya mas... Saya gak bisa bayangkan kalau pasiennya orang yang sekarat “sabar ya mas”. Beginikah pelayanan di Rumah Sakit, ribet, lama dan gak cekatan??” *edisi di RS Sardjito.”
Sekitar 1 jam lebih 23 menit tiba-tiba ada seorang yunior saya di sebuah organisasi menulis komentar yang kelihatan kalau dia tidak suka dengan status saya, beginilah komentarnya: “Mending masnya jadi dokter aja deh biar ada dokter yang cekatan.”
Tidak sampai di situ, pada sore harinya sekitar pukul 16.58 WIB dia kembali menulis komentar, kali ini cukup pedas: “Dulu gurunya gimana yaa ngajarnya kok muridnya jadi rusak semua? Pernah guru dihujat? Gak! Sebusuk apapun guru tetep aja dipuji dan dianggap pahlawan. Kalo tenaga medis salah dikit aja jelek2innya luar biasa. Udahlah kalo gak puas denga pelayanan kesehatan yaa gak usah berobat. Kalo gak terima dengan pemerintah indonesia yaa monggo keluar negeri. Gitu aja kok repot.”
Dari komentar-komentar tersebut jelas banget terlihat kalau calon dokter sedang membela calon korpsnya, korps kedokteran. Mereka tidak mau disalahkan walaupun salah. Sangat disayangkan pula kenapa dia malah menjelek-jelekkan Guru, padahal kita semua pernah yang namanya diajar oleh guru, mulai sejak TK sampai SMA. Walaupun belum lama ini kita dihebohkan oleh berita yang isinya tindakan beberapa oknum guru yang tidak patutu dicontoh.   
Inilah salah satu penyakit orang Indonesia yang kurang baik, sikap esprit de corps yang berlebihan. Jika ada seorang warga negara “diinjak” harga dirinya oleh orang warga negara lain, misal TKI di luar negeri, terus kita membelanya itu adalah sikap nasionalisme yang patut diacungi jempol. Lha kalau yang kayak gini bukannya akan membuat bangsa semakin berjaya justru akan membuat bangsa Indonesia semakin terpecah belah karena sikap esprit de corps membuat kita sibuk untuk membela rekan sejawat dibandingkan instrospeksi diri dan korpsnya.
Saya tidak bisa membayangkan apabila esprit de corps terjadi kepada sejarawan. Sebagai calon sejarawan saya tahu persis bagaimana seharusnya seorang sejarawan bersikap. Apabila ada seorang sejrawan menulis sebuah karya ilmiah yang berisi peristiwa sejarah maka sejarawan lain memberikan kritikkan yang berlandaskan sebuah fakta dari sumber terpercaya sezaman seperti arsip dan wawancara dengan pelaku sejarah dan analisis sejarah.
Saya tidak bisa membayangkan kalau sejarawan itu mempunyai esprit de corps yang besar seperti calon ibu dokter di atas. Apabila ada seorang sejarawan menulis sebuah peristiwa sejarah dalam sebuah karya ilmiahnya, dan dalam karya ilmiahnya tersebut terdapat sedikit kekeliruan maka semua sejarawan akan beramai-ramai membantunya. Apa yang terjadi?? Terjadilah sebuah penyimpangan dan pemutarbailkkan sejarah. Oleh sebab itu sejarawan dituntut sebuah sikap kritis dari para sejarawan untuk menganalisa peristiwa-peristiwa yang ada agar tercipta suatu sejarah seobjektif mungkin.

*15-03-2013