Alhamdulillah...
akhirnya bulan Juli berakhir dan digantikan oleh bulan Agustus. Berarti saatnya
saya menjerit Aaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkhhhhhhhhh........
Pasti
banyak yang bertanya kenapa saya harus menunggu bulan Juli berakhir baru bisa
menjerit?? Maaf, saya tidak bisa menjawab karena ini adalah rahasia pribadi dan
negara hehehe
Tolong
serius sedikit yah!!! Saya sudah memendam perasaan ini cukup lama, tepatnya
awal Ramadhan tahun ini. Semua berawal dari sakit yang melanda saya akibat
terlalu capek menjalankan tugas kuliah dan negara mengakibatkan saya harus
pulang untuk beristirahat di rumah beberapa saat.
Perjalanan
Solo-Kebumen saya tempuh menggunakan bus. Pada awalnya berniat menggunakan
kereta Pramex, namun apa daya, sang kuning telah meninggalkanku 1 jam lamanya
(wis intine ketinggalan pramex). Terpaksa menggunakan bus ekonomi AC Sugeng
Rawuh (eh, maksudnya Sugeng Rahayu) Solo-Jogja. Nyaman?? Yah, nyaman lah...
Sesampainya
Jogja saya ganti bus ekonomi non AC jurusan Jogja-Cilacap. Rasanya?? Waduh, dah
panas (padahal malam lho), sering ngetem, jalannya lemot (kayak modem mau
kehabisan pulsa). Nah, di sini intinya. Dalam perjalanan pulang saya nngak tau
tuh kapan awal Ramadhan karena di dalam bus nggak ada TV. Akhirnya saya buka
jejaring sosial untuk melihat berita terkini mengenai awal Ramadhan. Selain itu
juga buka situs-situs yang mengabarkan hasil sidang isbat.
Dari
beberapa situs yang saya buka, terjadi perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan
1433 H. Pemerintah sendiri menetapkan
awal Ramadhan pada hari Sabtu, 21 Juli 2012. Sedangkan Muhammadiyah dan
beberapa ormas lain ada yang menetapkan awal Ramadhan jatuh pada hari Jum’at,
20 Juli 2012.
Perbedaan
ini diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya metode yang digunakan,
antara hisab dan rukyat. Dengan metode yang sama pun masih bisa terjadi perbedaan.
Misalnya, sama-sama metodenya rukyat, tapi hasilnya berbeda karena yang satu
berpegang pada sebuah hadist nabi (maaf lupa bunyi lengkap hadist tersebut):
Rasululloh SAW, tatkala sudah ada yang menyatakan melihat hilal, langsung
memerintahkan besoknya shaum Ramadhan atau mengakhiri Ramadhan dan besoknya
ber-idul fitri. Rasululloh tidak pernah mempermasalahkan posisi hilal berapa
derajat. Namun, pemerintah sendiri (Kementerian Agama) menentukan harus di atas
2 derajat. Karena diyakini posisi di bawah 2 derajat tidak diakui pemerintah
yang menyatakan tidak terlihat.
Ada
sebuah keganjilan dalam sidang isbat (menurut pengamatan saya). Dalam sidang
isbat dibacakan laporan pengamatan hilal yang dilakukan di 38 lokasi (kali ini
saya juga lupa lagi tempatnya dimana saja hehe). Dan dari ke-38 lokasi tersebut
tidak satu pun melihat hilal. Namun, di Cakung ada 4 orang yang berani disumpah
telah melihat hilal. Kalau kita melihat kembali kepada hadist nabi di atas,
maka laporan pengamatan hilal yang dibacakan di sidang isbat gugur. Tapi apa
yang terjadi?? Keputusan tetap pada pemegang suara terbanyak. 38 lokasi vs 4
saksi. Ibarat pemilihan umum, suara terbanyaklah yang menang.
Membaca
berita yang ada dan menyaksikan fenomena umat saat ini, dada ini terasa perih
dan sesak. Mungkin rasanya hampir sama dengan orang yang patah hati (hayo siapa
yang pernah patah hati??). Mereka mengatakan perbedaan adalah rahmat. Ya, kalau
perbedaan sekali dua kali. Lha kalau terus-terusan?? Musuh-musuh Islamlah yang
akan bersorak gembira melihat fenomena seperti ini.
Jadi muncul pertanyaan dalam benak saya: Saya
yang seorang hamba dengan banyak dosa dan jauh dari sifat-sifat sempurna Nabi
SAW saja sedih dan tersayat-sayat hatinya, bagaimana dengan Rasululloh SAW
apabila mengetahuinya???
Sebelum
saya tutup catatan, hanya sekedar konfirmasi. Saya membuat catatan ini tidak
bermaksud memperuncing perbedaan di antara umat Islam. Teringat sebuah jokes
menjelang sidang isbat menentukan 1 Ramadhan: Apabila hasil sidang isbat tidak
mencapai 50%+1 maka puasa Ramadhan tahun ini akan dilakukan dua putaran.