Pada 1 Desember 2013 diperingati sebagai hari AIDS
sedunia. Pemerintah melalui Kemenkes memperingati hari AIDS dengan membagi-bagikan
kondom gratis, alasannya untuk pencegahan virus HIV AIDS. Bukannya tidak peduli
dengan kesehatan sesama atau kepada para pengidap AIDS, pada tanggal tersebut
saya tidak memperingati sebagai hari AIDS tetapi lebih memilih liburan ke
Pantai Klayar.
Kunjungan saya ke Pantai Klayar bukanlah yang pertama,
sebelumnya pernah ke pantai yang berada di Kabupaten Pacitan bersama
teman-teman dari jurusan Ilmu Sejarah angkatan 2007. Kunjungan kali ini bersama
enam teman saya yang terdiri dari tiga wanita dan tiga lelaki, jadi totalnya
ada tujuh orang termasuk saya.
Setiap liburan pasti ada cerita tersendiri, termasuk
liburan kali ini. Singkat cerita, tibalah kami di Pantai Klayar. Ada beberapa
batu karang besar yang mengapit pantai tersebut. Di sebelah barat tempat parkir
ada satu karang besar menyerupai pegunungan, kami tidak naik ke situ. Di
sebelah timur ada dua batu karang besar, salah satunya (lebih tepatnya batu
karang paling timur) bisa menyemburkan air mancur.
Kami bertujuh berjalan ke timur ke arah dua batu karang
besar. Di batu karang pertama kami melihat beberapa orang asyik berfoto padahal
ada bendera merah, tapi kami tidak menghiraukan bendera tersebut dan ikutan
asyik berfoto. Penjaga pantai sebenarnya sudah meniup peluit berkali-kali
mengingatkan kami untuk tidak naik ke batu karang tersebut. Setelah beberapa
kali sukses melakukan sesi pemotretan, di pemotretan yang kesekianlah muncul
ombak besar menggulung sekian anak manusia jatuh ke bawah sehingga banyak yang
terluka bahkan ada yang sampai kehilangan sandal.
Nah, di sini cerita dimulai. Saya pun ikut tergulung
ombak dan jatuh ke bawah. Tangan dan kaki lecet, tapi satu yang awalnya tidak
saya hiraukan, sandal. Sandal saya hilang terbawa ombak. Setelah saya mencari
tempat aman, dan melihat ke laut, ternyata sandal saya terombang-ambing di
lautan. Salah seorang penjaga pantai menyelamatkan sandal saya dari
ombang-ambing laut. Memang, kalau jodoh gak akan kemana, pasti kembali.
Bukan pertama
kali sandal saya terombang-ambil di lautan. Pada saat libur lebaran tahun ini,
sandal saya juga sempat terseret ombak di Pantai Setrojenar atau yang lebih
dikenal Pantai Bocor di Kebumen. Saat itu saya bersama keluarga berlibur di
pantai. Saya bersama dua keponakan bermain air di pantai, tiba-tiba ombak
pasang dan sandal saya tereret ombak, terombang ambing di lautan. Pada saat itu
saya bisa mengambil sandal saya kembali disaat sandal terbawa oleh air laut ke
tepi pantai.
So, bagi yang belum mendapatkan jodoh gak usah risau dan
galau. Mungkin saat ini jodoh anda sedang terombang-ambing di luar sana, atau
mungkin dia sudah dekat dengan kamu, hanya saja dia juga masih
terombang-ambing. Tinggal kamu berani mengambil dia sendiri seperti saya berusaha
mengambil sandal yang terseret air laut di Pantai Setrojenar atau diambilkan
oleh orang lain sebagai perantara di Pantai Klayar. Mendapatkan jodoh dengan
jalan sendiri juga harus dengan cara yang benar, temui ortunya langsung atau
lewat perantara misal, dicarikan ortu, lewat murobi, guru ngaji dll.
Bagi saya sandal itu mempunyai nilai sejarah tersendiri.
Sandal bermerk Arei saya beli ketika suasana politik di Indonesia sedang
memanas karena ada event lima tahunan, Pemilu. Saya beli sandal Arei dengan
uang jerih payah saya sendiri. Waktu itu saya mewakili sebuah organisasi
mahasiswa dalam acara FGD (Forum Group Discusion) yang diadakan oleh Charta
Politica. Selama dua jam kami harus beradu argumen dengan tema yang sudah
ditentukan. Para peserta dikasih uang pesangon sebesar dua ratus ribu rupiah.
Dari uang itulah saya beli sandal Arei yang saya gunakan sampai sekarang.
Pemilu sebentar lagi, kalau sampai Pemilu tahun depan
sandal itu masih ada maka sandal itu akan merayakan ulang tahunnya yang kelima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar