Candra Malik. Tidak banyak orang tahu siapa dia,
bahkan saya sendiri tidak begitu mengenalnya. Berawal dari undangan jumpa pers
yang diadakan oleh Ranah Rindu Management dalam rangka persiapan acara
Tausiakustik yang akan diselenggarakan di depan Pasar Ngarsopuro. Dalam jumpa
pers tersebut diterangkan maksud dan tujuan acara Tausiakustik.
Acara yang akan diselenggarkan di depan Pasar
Ngarsopuro berisi tausiah oleh beberapa ustadz dan akustik oleh Candra Malik
yang baru saja merilis album Kidung Sufi ‘Samudera Cinta’. Rencananya dalam
acara ini juga ada dialog dengan masyarakat berbagai latar belakang sosial.
Selesai jumpa pers saya sempat meok (makan enak dan
omong kosong) bersama Gus Candra Malik. Sebenarnya apa yang kita obrolkan tidak
semuanya omong kosong. Bahkan banyak kritik-kritik sosial yang terjadi secara
nyata di sekitar kita menjadi bahan obrolan.
Salah satu pembahasan dalam obrolan tersebut yaitu
perihal zakat. Karena sebentar lagi Idul Fitri, maka banyak umat Islam yang
hendak memenuhi kewajibannya membayar zakat fitrah. Siapakah yang berhak
menerima zakat? Salah satunya adalah orang miskin. Namun, tidak sembarang orang
miskin yang menerima zakat. Orang miskin dari golongan muslimlah yang pertama
diberi zakat dibandingkan yang non muslim. Sedangkan orang miskin dari golongan
non muslim mendapat sisanya. Ya, kalau sisa. Kalau tidak? Sisa pun kadang
sisanya diambil sama amilnya.
Seolah-olah untuk menjadi miskin supaya bisa menerima
zakat harus punya syarat Islam. Padahal tidak ada dalil yang mengatakan
penerima zakat adalah orang miskin yang beragama Islam. Yang terjadi adalah
para penerima zakat sebagian besar atau malah keseluruhan mereka yang memegang
KTP beragama Islam.
Sebenarnya banyak orang Islam yang kaya, sayangnya
kekayaan mereka tidak diketahui larinya kemana dan untuk siapa. Semisal umat
yang kaya membantu umat yang kekurangan pastinya tidak akan ada orang Islam
yang miskin. Kecuali jiwanya yang miskin atau miskin sistemik.