Total Tayangan Halaman

Jumat, 02 Maret 2012

Logat Ngapak Hilang Dariku?


Seperti biasa, pagi hari aku harus sudah berada Museum Radya Pustaka (RP). Museum yang terletak di tengah Kota Solo tersebut buka pada jam 08.30. Tapi, jam 08.00 aku sudah sampai di Museum RP. Terang saja museum belum buka, dan petugas yang bertugas membuka pintu museum yang bernama mas Fajar belum membuka pintu apalagi duduk di loket tempat menjual tiket masuk.
Sesampainya di museum aku hanya bertemu dengan seorang bapak penjaga parkir museum yang juga bertugas sebagai tukang sapu (tukang bersih-bersih) museum di pagi hari. Kenapa saya menyebutnya sebagai “tukang bersih-bersih museum di pagi hari”? Karena siang harinya sudah ada petugas lainnya bernama pak Kancil. Jadi, bapak yang bertugas bersih-bersih di pagi hari itu setelah selesai membersihkan bagian luar museum berubah tugas menjadi penjaga parkiran.  
Sambil menunggu yang lainnya datang aku nongkrong bersama pak Bagyo. Ngalor-ngidul percakapan antara aku dan pak Bagyo. Tiba-tiba beliau bertanya darimana aku berasal. Aku jawab kalau saya berasal dari Kebumen. Wajah pak Bagyo terlihat terkejut mendengar jawabanku. Aku menjadi bertanya-tanya dalam hati mengapa pak Bagyo terlihat terkejut mendengar jawaban aku.
“Asli Kebumen kok nggak nagapak, mas?”
“hehehe...” Aku hanya menjawab pertanyaan pak Bagyo dengan senyuman.
“Lha situ lahir di Kebumen, tapi besar di Solo pasti ya?” Pria paruh baya itu menebak dengan amat yakin.
“Saya sejak lahir sampai SMA di Kebumen, pak.”
“Lho kok bisa?”
“Mungkin sudah lama di Solo”
“Sudah berapa tahun di Solo?”
“Lima tahun, pak”
“Saya kira lama atau tidaknya tinggal di Solo tidak akan menghilangkan seutuhnya logat seseorang. Dulu ada seorang pegawai museum berasal dari Tegal yang sudah tinggal di Solo lebih dari lima tahun logatnya juga masih kelihatan kalau dia bukan orang Solo.”
“Hehehe...” Lagi, aku tersenyum mendengar pernyataan pak Bagyo.
Apakah benar saya sudah kehilangan logat asli saya, logat ngapak?? Sebagai rumpun ngapak sebenarnya saya tidak mau kehilangan “identitas” diri. Akan aku jaga terus “identitas” yang sudah menempel sejak lahir. Namun, ada sesuatu yang membuatku heran. Mengapa aku bisa berbicara dengan logat layaknya orang Solo? Apakah ini pertanda kalau aku akan mendapatkan jodoh orang Solo Raya (bisa Surakarta, Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, Boyolali, atau Klaten)?? Hahaha...
Wallahu a’lam

*Percakapan sebenarnya menggunakan bahasa jawa. Dalam tulisan di atas sudah ditranselit menjadi bahasa Indonesia.

1 komentar:

  1. Ternyata saya tidak sendiri hehe.. Saya orang Purwokerto dan saya juga kehilangan logat saya bahkan dengan penduduk asli Purwokerto pun benar benar meragukan keaslian saya sebagai warga Banyumas. Padahal saya sudah menggunakan bahasa ngapak dan selalu dibalas dengan bahasa indonesia oleh lawan bicara saya. Haduh saya jadi bingung? Dan ternyata setelah lihat tulisan agan ternyata saya tidak sendirian. Hehe

    BalasHapus