Total Tayangan Halaman

Senin, 28 November 2011

DINAMIKA KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI DI PRIANGAN 1870 – 1906

Priangan merupakan sebuah keresidenan yang terbentuk sejak awal abad 19 dan terletak di sebelah barat pulau Jawa dengan letak geografis yang strategis serta subur. Oleh karena itu, sejak awal VOC menancapkan kekuasaannya di Indonesia hingga kekuasaan tersebut berpindah ke pemerintah kolonial Hindia-Belanda, bumi Priangan selalu mendapatkan perhatian khusus. Tanah Priangan cocok ditanami segala macam tanaman sehingga wilayah tersbut kaya akan potensi hasil bumi, terutama kopi. Dalam Sistem Priangan (Preangerstelsel) sejak tahun 1677 bahkan kompeni mewajibkan penanaman kopi di seluruh wilayah Priangan.
            Bersamaan dengan dihapusnya cultuur stelsel pada tahun 1870, Preangerstelsel pun turut dihapuskan. Akan tetapi, pemaksaan penanaman kopi tidak dihapuskan karena tananam tersebut memberi keuntungan besar kepada pemerintah kolonial. Pada tahun itu pula lahirlah Undang-Undang Agraria (Agrarischewet). Tak lama berselang, pemerintah kolonial juga mengadakan reorganisasi khusus di wilayah Priangan yang berlaku sejak tanggal 1 Juni 1871, atau yang juga dikenal sebagai Preangerreorganissatie. Tujuan utama dari aturan baru tersebut tidak lain untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari wilayah Priangan dengan jalan memantapkan kekuasaan serta memperketat pengawasan atas daerah tersebut.
            Diberlakukannya Preangerreorganissatie telah banyak mengubah kehidupan sosial  ekonomi Priangan. Para pengusaha swasta Belanda pun mulai berlomba-lomba menanamkan modalnya di wilayah Priangan. Perkebunan-perkebunan besar pun banyak dibuka. Mereka bersaing mendapatkan lahan serta tenaga kerja, baik di antara sesama perusahaan swasta maupun negeri.
            Sementara itu, rakyat dibebaskan untuk menanam segala macam tanaman dengan jumlah pohon serta lahan sesuai dengan kemampuan mereka. Pemerintah juga menaikan harga kopi supaya rakyat lebih berminat menanam kopi dan tidak banyak bekerja pada perkebunan swasta. Berkat strategi tersebut hasil produksi kopi dari daerah Priangan terus meningkat, disamping itu kesejahteraan masyarakat juga turut meningkat.
Struktur pemerintahan pun berubah, setiap kabupaten dibagi menjadi beberapa daerah administratif yang disebut afdeling. Setiap afdeling dipimpin oleh seorang asisten residen, tujuannya tidak lain adalah untuk membatasi kekuasaan bupati. Bupati tidak lagi berhak menarik pajak dalam bentuk apa pun, mereka hanya memperoleh gaji dari pemerintah dan diangkat sebagai pegawai resmi pemerintahan. Akan tetapi, bupati tetaplah menduduki peranan penting sebagai perantara antara pemerintah dan rakyat dalam kehidupan masyarakat. Sehingga mereka tetaplah memiliki kekuasaan yang besar meski sekuat apapun pemerintah berusaha menekannya. Oleh karenanya, sejak saat itu lahirlah dualisme kekuasaan dalam pemerintahan kolonial.
            Akan tetapi masih banyak bupati yang lebih memperdulikan nasib rakyatnya. Pembagian kekuasaan antara bupati, patih, serta asisten residen membuat tanggung jawab bupati menjadi berkurang sehingga bupati bisa lebih focus melakukan pembangunan. Banyak lahan pertanian dibuka, sistem irigasi ditingkatkan, infratruktur perkotaan pun turut dibangun. Jalan raya serta jalan kereta api yang diperbaiki ataupun dibangun semakin mendukung system transportasi di wilayah Priangan. Akibatnya, perdagangan pun turut meningkat karena banyaknya angkutan yang bisa digunakan untuk mengangkut hasil-hasil pertanian, khususnya kereta api yang mulai beroperasi antara tahun 1881-1911.
            Pasar, warung serta pusat-pusat perdagangan lain banyak ditemukan di Ibukota Kabupaten. Aktivitas perdagangan semakin mudah dijumpai disana-sini. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat biasanya juga diikuti dengan pesatnya pertambahan jumlah penduduk. Begitu pula yang terjadi di Priangan, bukan hanya pribumi yang semakin bertambah, penduduk Eropa dan Cina puhn mulai ramai mendiami wilayah Priangan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pada masa itu Priangan telah menjadi daerah yang majemuk. Mereka membentuk daerah-daerah pemukimannya sendiri secara berkelompok. Pembangunan fisik kota terus ditingkatkan, terlebih di Bandung sebagai ibukota Keresidenan. Sejak tahun 1864 kota Bandung berfungsi sebagai pusat berbgai kegiatan, mulai dari pusat pemerintahan, pendidikan, kegiatan ekonomi-perdagangan, hiburan, perkeretaapian, dll. Pada tanggal 1 April 1906 Bandung bahkan diubah menjadi kota otonom dengan sebutan Gemeente.
            Dari makalah karya A. Sobana Hasdjasputra tersebut dapat kita lihat betapa kehidupan social ekonomi di daerah Priangan terus berkembang dengan baik berkat tinggginya kesejahteraan masyarakat yang diperoleh melalui tingginya prosuksi kopi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar