Total Tayangan Halaman

Sabtu, 24 Desember 2011

Aparat vs Rakyat

Semboyan “Melayani dan Melindungi Masyarakat” saat ini hanyalah sekedar semboyan. Para anggota Korps Baju Cokelat seharusnya menghayati dan mengamalkan semboyan tersebut, bukan hanya untuk dihafalkan semata. Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah kaum lemah yang harus dilindungi dan diayomi. Aparat yang digaji oleh negara sebenarnya mempunyai tugas yang sangat mulia, demi kemanusiaan, menegakkan keadilan, membela yang lemah dan tidak berpihak kepada siapa pun apalagi hanya berpihak kepada para pemilik modal.
Tragedi di Bima yang baru saja terjadi membuat semua rakyat Indonesia mengelus dada. Apakah benar yang melakukan tindakan biadab itu adalah aparat yang digaji oleh negara? Dimana kita semua tahu bahwa seragam yang mereka kenakan, peluru yang mereka muntahkan dari senapan dibeli dengan uang rakyat. Tapi, mengapa mereka justru malah menjadikan rakyat sebagai lawan? Masih pantaskah Mereka disebut aparat?
Inilah gambaran aparat keamanan kita saat ini. Mereka seharusnya menjaga keamanan negara, bukannya malah membuat negara ini semakin kacau. Untuk membubarkan kerumunan masa mesti harus menggunakan kekerasan? Saya yakin masih ada jalan terbaik, bisa menggunakan jalan musyawarah misalnya.
Rakyat yang menuntut keadilan justru mendapat ketidakadilan. Aparat, baik itu sipil maupun kepolisian hanya menjadi boneka oleh orang-orang bermodal. Mereka membayar para aparat agar usaha mereka “direstui” dan lancar. Ketika saya melihat berita di sebuah stasiun televis swasta, media itu menyebutkan bahwa anggota pasukan elit korps baju cokelat membubarkan masa dengan melepaskan tembakan peringatan.
Saya jadi teringat semboyan milik kesatuan elit korps baju cokelat: Sekali melangkah pantang menyerah. Sekali tampil harus berhasil. Jiwa ragaku demi kemanuasiaan.
Saya salut dengan kalimat terakhir (Jiwa ragaku demi kemanuasiaan). Tapi, setelah melihat tragedi yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia (Irian, Mesuji, Bima, dll) saya mempertanyakan kalimat pertama dan kedua (Sekali melangkah pantang menyerah. Sekali tampil harus berhasil). Kalau mereka memang sedang dalam keadaan perang menghadapi musuh yang mau menyerang Indonesia okelah semboyan itu memang cocok. Tetapi yang mereka hadapi adalah rakyat. Mereka itu melangkah atas dasar perintah siapa? Mereka tampil untuk siapa? Apakah mereka melangkah dan tampil atas keinginan para kaum “penjajah” rakyat?
Ya, mereka memang berhasil. Berhasil tampil dan membuat rakyat takut serta lari kalang kabut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar