Total Tayangan Halaman

Senin, 26 Desember 2011

Perlukah Indonesia Menerapkan Wajib Militer?


Tragedi berdarah Bima sudah berlalu. Sebagian besar masyarakat langsung menyalahkan pihak kepolisian terutama kesatuan Brimob. Seolah-olah hanya polisi yang ada di lapanganlah yang bersalah. Tapi, kalau kita cermati lebih dalam ada pihak-pihak tertentu yang menjadi dalang dari kerusuhan tersebut. Apakah Pemimpin Daerah, seperti Gubernur, Kapolda, Bupati, Kapolres, Camat, dan seterusnya tidak ikut bertanggung jawab? Kenapa mereka diam ketika masyarakat mengajukan tuntutannya?
Di sini saya tidak akan membahas apalagi menguak tragedi tersebut karena saya bukanlah detektif. Tetapi, sudah menjadi rahasia umum apabila di belakang para pejabat itu ada sebuah perusahaan besar yang berani membayar mereka sehingga para pejabat lebih memilih untuk melindungi kepentingan pengusaha daripada rakyat. Suara rakyat yang menolak adanya penambangan karena akan merusak lingkungan dan menghilangkan mata pencaharian tidak didengarkan bahkan dianggap angin lalu. Dengan tega memerintahkan aparat di lapangan untuk mengusir para demonstran dengan cara apapun asal para demonstran bubar.
Inilah yang terjadi apabila industri strategis negara tidak dikuasai oleh negara untuk kepentingan mensejahterakan rakyat, akan tetapi dikuasai oleh pihak swasta dan lebih parah lagi pihak swasta asing. Tak ayal rakyatlah yang menjadi korban dari keserakahan para korporat yang ingin menguasai sumber daya alam untuk keuntungannya sendiri.
Mari kita lihat bersama bagaimana negara tetangga kita, Singapura yang mempunyai wilayah sangat kecil dibandingkan Indonesia. Sebagian besar para CEO industri strategisnya, serta intitusi penting dan vitalnya dipegang oleh para “eks tentara”. Mereka adalah para perwira di jajaran tentaranya yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata akan dipensiun dini dan kemudian disekolahkan ke Amerika atau ke negara di Eropa untuk mendapatkan bekal ilmu manajemen dan atau finansial. Setelah selesai mereka akan mendapatkan posisi penting dalam jajaran industri strategisnya.
Keyakinan Pemerintah Singapura terhadap pemuda yang memiliki visi kebangsaan tidak ragu untuk menyelenggarakan program wajib militer selama 2 tahun terhadap seluruh laki-laki warga negaranya yang genap berusia 17 tahun tanpa terkecuali. Disinilah mereka di brain washed berubah menjadi warga negara yang bertanggung jawab terhadap kepentingan negaranya yang lebih besar, dibandingkan dengan kepentingan perorangan atau kelompok.
Pembentukan ini memerlukan suatu proses panjang yang memakan waktu 2 tahun dengan platform yang mendasari adalah, menanamkan disiplin yang tinggi, paralel dengan pembentukan rasa setia kawan yang mantap serta rasa nasionalisme yang besar sehingga mereka lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negaranya.
Pertanyaan besarnya adalah, apakah Indonesia perlu menerapkan wajib militer untuk membangun jiwa nasionalisme rakyatnya, sehingga para rakyat yang sudah menjadi “pejabat” dan pemegang industri strategis serta institusi vital negara tetap mengedepankan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan pribadi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar