Total Tayangan Halaman

Senin, 05 Desember 2011

TOLAK PENCABUTAN MORATORIUM MALAYSIA

Jumlah total TKI di Malaysia (data BNP2TKI) sekitar 2,5 juta orang. Yang harus mengikuti program pemutihan pada tahun ini sekitar 1,2 juta orang. Jumlah ini tak sebanding dengan kekuatan perwakilan RI di seluruh Malaysia yang hanya terdiri dari: Perwakilan RI di Malaysia terdiri dari 1 (satu) KBRI Kuala Lumpur, 4 (empat) Konsulat Jenderal di Penang, Johor, Kota Kinabalu dan Kuching dan 1 (satu) Kantor Penghubung di Tawau
SEGUDANG PERSOLAN TKI di MALAYSIA
Pemerintah, khususnya Kemenakertrans, memperlihatkan watak penyelenggara negara yang "cari gampang". Tak mau bersusah-susah ciptakan lapangan kerja dalam negeri. Karenanya, untuk jenis-jenis pekerjaan seperti PRT, tukang kebun, sopir, kuli bangunan dan sejenisnya, rakyat harus bekerja di negara orang termasuk Malaysia. Bukankah seharusnya jenis pekerjaan seperti itu seharusnya tersedia di dalam negeri?
Malaysia adalah negara tujuan TKI yang tercatat sebagai penyumbang kasus kekerasan nomor 2 setelah Arab Saudi. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat (high profile), selain kasus-kasus tidak dipenuhinya hak-hak normatif pekerja. Kasus kekerasan, seperti penyiksaan, pemerasan "bahkan oleh oknum aparat dan birokrat Malaysia", pemerkosaan dan pembunuhan, adalah catatan pelanggaran HAM di Malaysia.
Jumlah WNI penghuni penjara di seluruh Malaysia (data Jabatan Penjara Malaysia per 9 Agustus 2010) sebanyak 6.845 orang. Jumlah kasus terbanyak adalah masalah dengan imigrasi, 4.804 kasus.
Sedangkan jumlah kasus per Januari-Oktober 2011 yg harus ditangani Perwakilan RI di Malaysia  sebanyak 1.488 kasus.
TKI yang terancam hukuman mati per Oktober 2011(disampaikan Kemenakertrans dalam Raker dengan Komisi IX, 22 November 2011) sebanyak 145 orang dengan dengan perincian :
a.       Pengadilan kasasi : 17 orang
b.      Pengadilan tingkat banding : 51 orang
c.       Pengadilan tingkat pertama : 60 orang
d.      Pengadilan berkekuatan hukum tetap sesuai keputusan pengadilan tingkat kasisi : 17 orang

MoU ZONDER PERLINDUNGAN  BUAT TKI
Tanggal 01 Desember 2011, Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar telah resmi mencabut moratorium TKI sektor domestik ke Malaysia. MoU tersebut kabarnya akan efektif dijalankan mulai bulan Maret 2012.
11 point kesepakatan antara RI Malaysia meliputi:

1. Kontrak kerja

2. Gaji - RM 700/bln

3. Metode pembayaran gaji

4. Hak libur dalam sepekan

5.  Penyimpanan paspor

6.  Perusahaan/agen perekrutan

7.  Biaya penempatan - RM 1800

8.  Kompetensi pelatihan

9.  Penyelesaian perselisihan

10. Visa

11. Perekrutan langsung

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, 22 Nov 2011, Menakertrans setidaknya menyampaikan 5 dari 11 poin yang paling penting, yaitu:

a.     Paspor TKI wajib berada dalam penguasaan TKI

b.    TKI berhak atas 1 hari libur dalam seminggu

c.     Pembentukan Satuan Tugas Gabungan (Joint Task Force ) untuk monitoring pelaksanaan MoU

d.    Penetapan cost structure baru

e.     Pembayaran gaji melalui perbankan

Beberapa catatan terhadap poin-poin kesepakatan MoU RI-Malaysia:

1.      Meskipun ada Satuan Tugas Gabungan untuk memonitoring pelaksanaan MoU, namun didalam MoU tidak dijelaskan secara explisit mengenai mekanisme kontrol dan penegakan hukum terhadap pokok-pokok yang telah disepakati. Klausul-klausul MoU tidak masuk dalam aturan hukum Malaysia yang secara tegas merinci sanksi apa yang akan diterima majikan jika melanggar MoU tersebut.
2.      Lemahnya implementasi dalam MoU ada pada kata-kata paspor DAPAT dipegang oleh pengguna jasa dengan seizin PRT. SEHARUSNYA dalam MoU persetujuan tersebut wajib dibuat tertulis.
3.      Mengenai jumlah gaji yang diterima, tidak ada perbedaan antara MoU revisi dengan MoU yang lama karena tidak mencantumkan standar gaji minimal secara jelas. Pembaharuan MoU revisi dibagian gaji/upah hanya pada jumlah gaji yang disepakati oleh pengguna jasa dan PRT. Namun lagi-lagi upah/gaji yang disepakatipun harus sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Malaysia.
4.      Keputusan pencabutan tanpa memperkuat perwakilan RI di Malaysia adalah sebuah tindakan gegabah karena, kasus-kasus yg ada saja tak mampu ditangani secara komprehensif.  Apalagi sistem hukum Malaysia "diskriminatif" terhadap warga migran. Misalnya kasus penyiksaan majikan yang terjadi pada Siti Hajar dan kasus penembakan terhadap 3 TKI asal madura yang dipeti eskan. Hingga kini tak ada sanksi bagi pelaku.
5.      Pencabutan moratorium ke Malaysia menampikkan kenyataan daftar kekerasan panjang yang terjadi pada TKI kita.

REKOMENDASI POLITIK 
Dari fakta-fakta yg disampaikan di atas maka pencabutan MoU ke Malaysia menyisakan pertanyaan: Entah apa yang ada di benak pemerintah RI, MoU yg ditandatangani, terkesan hanya untuk mengantisipasi dampak menurunnya pengiriman TKI ke Saudi. Terlihat indikasi orientasi tujuan pemerintah adalah nilai "ekspor TKI". Tujuan MoU tak tegas melindungi, namun arahnya melanggengkan sebutan PAHLAWAN DEVISA. Yg dinilai dari TKI adalah sebesar-besarnya devisa yang harus dihasilkan (belum lagi ditambah $15 PNBP + Rp400.000 asuransi/orang perkeberangkatan, ditambah PNBP di negara-negara tujuan yang bersumber dari pengurusan dokumen TKI).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar